Friday, February 18, 2022

???

Candamu dengan mereka membuatmu bahagia. kadang sampai larut malam dan aku ada di sampingmu. 

Namun disini ada hati yang terluka

karena mereka hanya teman2 sosial mediamu dan juga bukan mahrom mu. 

 engkau tau itu, berkhalwat dengan bukan mahrammu itu tidak boleh. kecuali hanya untuk hal yang penting dan tidak berlama-lama (sekedarnya saja) 

apakah aku ridho, tentu tidak. 



Sunday, October 24, 2021

Sayap Sayap Patah

KISAH NYATA YANG MENGHARUKAN:

*PENYESALAN SUAMI KARENA POLIGAMI*

--ISTRI WAJIB BACA--

Kisah nyata.yang mungkin bisa diambil ibroahnya terutama bagi kaum Adam yg ingin berpoligami.

*Sayap - sayap patah* ๐ŸŒท

Kala jari jemariku menulis kalimat kalimat ini karena mataku yang tak sanggup lagi menampung perihnya airmata..

Sahabat/Kawan...
Semua yang disyariatkan Allah adalah benar yang harus kita lakukan.. 
Dan Syariat itu tidak pernah salah dan keliru yang menjadikannya hancur adalah pribadi manusia.....

Sebut saja namaku Abdullah.
Aku diberi Allah pendamping yang supel, 
pintar, rajin dan sangat shalehah, sebut saja namanya Aisyah, hidupku sangat bahagia apalagi Aisyah telah memberiku dua orang putra dan satu orang putri..

Rumah tanggaku sangat bahagia. 
Suatu hari hatiku di uji oleh Allah Aku jatuh cinta pada seseorang gadis yang sangat cantik dan lebih muda, sebut saja namanya Fatimah yang lebih membuatku semakin kuat ingin menikah lagi dengan Fatimah karena ia sangat shalehah dan bersedia menjadi istri kedua ku.

Akhirnya aku putuskan untuk menikah dengan Fatimah, aku sudah memberi tahu istriku namun Aisyah tidak menjawab apa apa.. 
Yang kulihat hanya airmata yang tiba-tiba jatuh saat ku sampaikan itu, aku tak peduli.. Toh nanti juga dia akan menerima..

Terjadilah pernikahan antara aku dan Fatimah.. Awal awal nya memang agak susah tapi lama kelamaan akhirnya baik-baik saja hanya saja Aisyah sedikit lebih pendiam dari setelah aku menikah lagi. 
Waktu terus bergulir tidak terasa aku sudah membina rumah tangga dengan Fatimah sudah satu tahun dan dikaruniai seorang putri yg sekarang berusia 6 bulan, semantara Aisyah tidak banyak yang berubah darinya,..

Hari-hari terus bergulir dan aku mulai bosan dan jenuh , 
sehingga terjadilah badai dalam keluargaku, aku ingin menceraikan salah satu istriku, akhirnya terjadi pertengkaran dalam keluargaku dan jatuhlah talak ku pada Aisyah, kulihat ada airmata di wajahnya namun dia terus diam dalam kebisuan air mata.. 
Ku biarkan Ghozy, Ghassan dan Balqis anak anak ku ikut dengan Aisyah karena aku tahu mereka pasti akan memilih ibunya..

Tahun berganti tahun.. 
Hidupku dengan Fatimah pun mulai goyang, sebenarnya aku sangat bahagia dengannya namun sifat manja dan tidak memahami perasaanku membuatku tidak nyaman, dan tak jarang rumah tangga kami mulai diterpa pertengkaran.

Suatu ketika kami pernah bertengkar hebat dan membuat aku enggan pulang ke rumah, akupun mampir disebuah mesjid, kularutkan diri dalam shalat.. 
Dalam mesjid itupun aku rindu dengan Aisyah dan anak-anak ku.. Tapi dimana mereka ? 
7 tahun yang silam saat aku mentalak Aisyah,, Ghozy putra pertamaku berusia 5 tahun, 
dan Ghassan berusia 4 tahun sementara Balqis berusia1tahun, 
hingga kini aku tak pernah menanyakan kabar mereka apalagi mengirimkan mereka biaya hidup.. Sungguh semakin membuatku menderita memikirkannya .

Saat itu hujan turun dengan lebatnya.. 
Aku pelan pelan dan diam diam mulai mencari Aisyah dan anak-anak ku, namun hasilnya tak berhasil, aku mulai menanyakan kiri kanan pada keluarganya atau pada teman teman Aisyah namun hasilnya tetap nihil ..

Mereka hilang bagai ditelan bumi.. 
Dimana mereka ya Allah.. Do'aku dalam hati. Aku semakin ketakutan manakala tak mendapat info apa apa tentang mereka.. Pikiran ku semakin tak menentu.. Di sisi lain Fatimah hidup denganku dengan sejuta tuntutan.

Hari-hari pun terus berlalu.. 
Bahkan hampir 6 bulan aku mencari mereka.. Hingga pada suatu hari sehabis mengikuti kajian.. 
Tiba-tiba seorang ustadz mendekatiku "Abdullah... Apakah kau sudah bertemu Aisyah dan anak-anakmu......?" 
ku geleng kan kepala dengan air mata.. Kerinduan..

Ustadz itu berkata " insyaa Allah mereka baik-baik saja" perkataan sang ustadz membuatku menatap wajahnya lekat lekat.. 
Wajah sang ustadz seolah tersirat ia mengetahui keberadaan Aisyah dan anak-anak ku... Ternyata benarlah dugaan ku sang ustadz memberi tahu setelah ku desak dimana Aisyah dan anak-anak ku..

Aisyah menghilang dalam hidupku dan menetap di sebuah kota yang sangat jauh dari tempat yang pernah menjadi kota tempat kami saat membina rumah tangga.. Jauh dan sangat jauh...jarak tempuhnya 4 hari perjalanan.... 
Di sebuah pondok pesantren dipelosok desa tepat dilereng gunung...

Saat itu aku berangkat bersama sang ustadz sebagai petunjuk dan mediator yang mempertemukan aku dengan dia Aisyah.. Perjalanan yang panjang membuat aku dan sang Ustadz ingin beristirahat sejenak.. 
Mampirlah kami disalah satu mesjid di tempat itu.. Dada ku bergemuruh, perasaanku tak menentu, aku jadi ketakutan jika anak anak ku tidak mau melihatku apalagi menerimaku.. terus ku yakinkan hatiku..

Tiba-tiba lamunanku hilang oleh merdunya suara adzan, airmata ku menetes menghayati kalimat sang mu'adzin.. Saat itu waktu magrib.. Aku dan Ustadz memutuskan bermalam dimesjid tersebut.
Allahu Akbar... Suara imam menggema aku tenggelam dalam shalat oleh tartil nya bacaan imam.. Menunjukkan sangat fasih dalam melafalkan Al Qur'an.. Setelah selesai shalat sang imam memberikan tausyiah singkat tentang hargailah orang yang selalu bersama Kita.. Lisan sang imam benar-benar mengiris hatiku...

Keesokan hari dikala subuh menjelang aku berdo'a ya ALLAH pertemukan aku dengan Aisyah dan anak-anak ku... Adzan subuhpun berkumandang.. Sebelum shalat sang ustadz berkata insyaallah pagi ini kau akan bertemu dengan putra pertamamu... 
Semakin bergemuruh hatiku ditambah lagi suara sang imam membuat para jama'ah memecahkan tangisan.. Sungguh desa dan tempat yang dipilih Aisyah benar-benar sangat damai dari kebisingan dunia.

Benarlah pagi itu aku bertemu dengan putra sulungku Ghozy yang tiada lain adalah imam yang dari tadi malam membuat jema'ah menangis karena tartilnya membaca  Al Qur'an... Hatiku bergemuruh.. 
Dalam usia yang sangat muda ia telah memiliki ilmu setara gurunya.. Hatiku kembali bergemuruh manakala melihatnya tumbuh menjadi penghafal Qur'an... Menetes air mata ku kepeluk di erat sekali kutanyakan kabar ibu dan adik adik nya..... Dengan gaya bahasa yang sangat sopan Ghozy menceritakan perjalanan ibunya menanggung ketiga anaknya tanpa ada sosok ayah.. Ghozy telah didewasakan oleh ilmunya walau ia baru berumur 14 tahun... Kisah perjalanan istrinya didengar dengan air mata tak terbendung...
Hati Abdullah semakin merinding kala Ghozy mengatakan bahwa adiknya Ghassan yang usia beda setahun dengan Ghozy telah berangkat ke Madinah karena prestasinya.. 
Disisi lain Balqis yang berusia sembilan tahun telah selesai mengikuti program kelas tahfidz.. Ghozy dengan tegas mengatakan kami semua bisa seperti yang abi dengar karena sosok ibu yang telah abi tinggalkan.. 
Umi membesarkan dan mendidik kami untuk lebih mencintai Allah.. 
Umi memberi kami makan dari hasil kerjanya sebagai orang yang mencuci piring di dapur pondok ini.. Abi.. 
Umi tak pernah mengajari kami untuk membencimu tapi ketahuilah kau adalah ayah kami, tapi kau tak layak jadi suami dari ibuku.. Kalimat itu terdengar bagai petir.. Dunia terasa gelap.. Wajah ku menunduk.. Aku tak tahu harus berbuat apa.

Untuk mu yang sedang membaca tulisanku.. Jangan kau berbuat sepertiku.. 
Seseorang yang ada disamping mu sekarang adalah orang terbaik yang di pilih Allah untukmu maka jangan sia sia kan... 
Aku tak bisa melanjutkan tulisanku ini karena air mataku menghalangi pandanganku....
Untukmu istriku Aisyah.. 
Walau aku tak layak untukmu... Kini kau buktikan bahwa sikapmu adalah cerminan dari namamu.. 
Hal terindah dalam hidupku kau telah menjadikan anak anak ku sebagai jundi-jundi sejati....

Untukmu istri ku Aisyah.. Dikala Allah mempertanyakan diriku tentang anak anakku.. Apa yang menjadi hujjah ku...?

Untukmu istriku Aisyah... Aku telah membuang berlianku..sungguh anak anak kita tumbuh menjadi anak anak mutthaqiin.. Satu hal yang kumohon pada Allah.. Aku diberi kesempatan untuk berkumpul dan menembus dosa dan kesalahan dengan kalian.

~~~~~~~~~~~~
IBRAH YANG BISA DIAMBIL DARI KISAH INI, BAHWA BERSYUKUR SELALU KPD ALLAH DENGAN ORANG-ORANG TERDEKAT SAAT INI,

LENGKAPI KEKURANGANNYA,
TUTUPI CACATNYA, 
PUJILAH ALLAH SELALU ATAS KEBAIKANNYA✏๐Ÿ“š๐ŸŒน
  . 

*Amiin Yaa Rabbal 'Aalamiin*

๐Ÿ˜ฅ๐Ÿ˜ฉ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ๐Ÿคฒbiarpun ku sering membaca mengalirlah deras air mataku, bgtlah perjuangan seorang ibu

Thursday, December 31, 2020

Ibu, Pulanglah...

 Parenting Nabawiyyah|  Sentuhan Ustadz  Budi Ashari



Ibu, Pulanglah…


“Saya hanya IRT alias ibu rumah tangga,” jawab seorang ibu dalam keadaan kurang begitu nyaman dengan jawabannya saat ditanya aktifitas keseharian. Jawaban itu seringkali kita dengar. Dari ibu-ibu dalam percakapan keseharian. Pada forum pertemuan-pertemuan. Rasa kurang nyaman dalam menjawab dan kurang bangga tentang dirinya, akan menjadi lebih parah saat pertanyaan itu hadir di forum bergengsi. Seorang wanita akan sangat bangga ketika bisa menyebutkan daftar aktifitas seabreg dengan jadwal padat dan penat. Akan lebih membanggakan ketika dalam pertemuan seperti itu, beberapa kali ada seseorang yang membisikinya mengingatkan akan sesuatu. Tugas seorang asisten pribadi. Menandakan bahwa, ia wanita yang sangat bermanfaat bagi orang banyak. Para wanita berbangga ketika menjawab bahwa dirinya mempunyai aktifitas sangat sibuk. “Iya nih, kalau gak saya sempatkan waktu, susah saya ketemu anak-anak.” Kembali dengan sangat bangga itu disampaikan di depan banyak orang. Kebanggaan itu sebenarnya harus dibayar mahal. Bayarannya bisa merugikan sisa umur yang ada. Anak-anak yang sering susah bertemu ibunya sendiri sering protes. Banyak di antara mereka yang berharap kelak tidak mau menjalani profesi ibunya atau terlibat aktifitas seperti ibunya. Karena tidak mau terulang kejadian yang menimpa mereka, akan menimpa anak-anak mereka. Tentu ini keputusan yang sangat dangkal. Tetapi tidak bisa disalahkan, karena mereka masih anak-anak. Dan itulah kepahitan yang dirasakan di tengah tebar senyum bangga sang ibu di hadapan komunitasnya.


 


Ada yang benar-benar protes dengan kata-kata. Ada yang protes dengan secarik kertas yang diletakkan di meja tugas ibunya. Ada protes yang digoreskan di diaryyang lebih setia mendampinginya di banding ibu yang telah melahirkannya. Tetapi ada yang tidak cakap cara-cara itu semua. Sehingga protes mereka ditumpahkan dengan perilaku. Tindakannya mulai susah dikontrol. Tidak bisa diatur. Tidak bisa dinasehati. Sering pergi tanpa peduli dan tanpa komunikasi. Keluyuran seperti ibunya! Ini yang harus dibayar mahal di balik jawaban malu sebagian ibu ketika hanya tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga.


Ini tidak berarti memusuhi aktifitas baik wanita. Bahkan seharusnya kaum bapak mulai menyadari ada wilayah kerja kaum hawa yang tidak boleh dimasukinya. Tetapi di sini, kita sedang ingin menyoroti hasil generasi yang semakin hari semakin menurun. Dimana salah satu faktor vital dalam rumah tangga adalah ibu.


Mungkin para ibu tidak sadar saat mengeluarkan kata (hanya) saat menjawab tentang aktifitas IRT. Tetapi kata hanya ini, dibangun di atas banyak filosofi dan keyakinan dalam hidup. Sehingga kata hanya adalah sebuah simpul yang bisa diurai menjadi sebuah perjalanan hidup. Ketika ini menyangkut tentang keyakinan dan folosofi hidup, di sinilah beratnya kalau keyakinan itu salah.


Anak-anak yang terlahir dari sebuah rumah tangga, akan menerima kata hanya dari ibunya. Sebuah kata yang menyiratkan sebuah aktifitas asal-asalan, setengah hati dan tidak maksimal sama sekali. Dan hasilnya, tentu hanya uring-uringan di rumah. Ketidaknyamanan terciptakan sedemikian rupa. Dan kalau sudah begitu, siapa yang mau tinggal di rumah dengan seperti itu keadaannya.


Sebaliknya, hampir jarang kalau dibilang belum pernah kita dengar jawaban seorang ibu, “Alhamdulillah saya seorang IRT!!” Pasti sangat berbeda dengan jawaban pertama. Jawaban kedua ini menggambarkan sebuah syukur. Ada bangga di baliknya. Ada ketulusan mahal yang terpancar.


Kebanggaan yang tidak basa-basi itu mustahil keluar tanpa pemahaman yang baik tentang pentingnya peran ibu di dalam rumah. Dan betapa jasa besar seorang ibu untuk melahirkan generasi peradaban agung dunia, tidak ada yang sanggup menyainginya. Tidak ayah. Tidak sekolah. Tidak universitas. Tidak negara. Karena pondasi-pondasi itu terbangun di rumah.


Sang ibu adalah madrasah untuk itu. Jika pondasi keimanan, pondasi keyakinan, pondasi logika dan semua pondasi lainnya kokoh, maka terserah mau dibangun setinggi apapun anak itu, akan bisa dilakukan. Namun, jika rapuh, seorang anak hanya ibarat gubug reot yang mudah ambruk ditiup angin sepoi sekalipun.


Kebanggaan terlahir dari rasa menikmati terhadap tugas. Dan akan sulit bisa maksimal pada sebuah aktifitas bila tidak dinikmati. Kalau seorang ibu dengan bangga menyebut dirinya sebagai ibu rumah tangga, ini artinya ia menikmati kebersamaannya dengan anak-anak di rumah untuk memoles mereka.


Menikmati membuat ibu tidak mudah lelah. Ibu mempunyai tenaga lebih untuk semua anak-anaknya. Dan memang diperlukan tenaga ekstra, energi ekstra untuk menghasilkan generasi yang sholeh dan hebat. Di sinilah kuncinya. Jika sang ibu terlihat sangat frustrasi mendengar tangis anaknya, melihat rumah yang berantakan, keaktifan yang menimbulkan kebisingan, maka sang ibu akan memilih untuk memantau anak-anaknya lewat telpon ke pembantu.


Sang ibu akan memilih pulang ke rumah saat anak-anak sudah tertidur lelap karena kelelahan belajar sambil bermain. Ibu pulang dan semua sudah rapi. Tetapi ibu tidak sadar bahwa hati anak-anaknya berantakan. Seharusnya umat ini tidak terjebak pada perangkap yang telah mengikat kaki para wanita di negara maju. Amerika, Eropa, Jepang adalah contoh negara-negara yang para wanitanya mulai menjerit karena kelelahan di luar rumah. Mereka mulai merasakan nikmatnya duduk di rumah bersama keluarga. Tetapi itu tidak sanggup mereka lakukan. Karena jebakan kemajuan dan tuntuntan kesamaan tanpa batas itu.


Sementara negara ini, mulai berjalan menuju jebakan itu. Jika tidak hati-hati, hasilnya akan sama. Dan saat negara-negara maju itu kelak mulai membenahi sistim kehidupan dengan mengembalikan para wanita ke rumah, mungkin saat itu wanita negeri ini sedang menjerit-jerit karena ingin kembali ke rumah. Selalu tertinggal. Maka, sudah saatnya sebagai muslim yakin bahwa tidak ada aturan terhebat tentang keluarga melebihi aturan Islam. Jika dikembalikan kepada Islam, maka akan terlahir keluar sakinah mawaddah dan rahmah.


Akan melahirkan generasi yang menghadirkan cahaya bagi bumi ini yang telah membantu mengangkat dunia barat dari lumpur ketertinggalan. Inilah perintah Ilahi tentang tempat wanita,


ูˆَู‚َุฑْู†َ ูِูŠ ุจُูŠُูˆุชِูƒُู†َّ ูˆَู„َุง ุชَุจَุฑَّุฌْู†َ ุชَุจَุฑُّุฌَ ุงู„ْุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉِ ุงู„ْุฃُูˆู„َู‰ ูˆَุฃَู‚ِู…ْู†َ ุงู„ุตَّู„َุงุฉَ ูˆَุขَุชِูŠู†َ ุงู„ุฒَّูƒَุงุฉَ ูˆَุฃَุทِุนْู†َ ุงู„ู„َّู‡َ ูˆَุฑَุณُูˆู„َู‡ُ ุฅِู†َّู…َุง ูŠُุฑِูŠุฏُ ุงู„ู„َّู‡ُ ู„ِูŠُุฐْู‡ِุจَ ุนَู†ْูƒُู…ُ ุงู„ุฑِّุฌْุณَ ุฃَู‡ْู„َ ุงู„ْุจَูŠْุชِ ูˆَูŠُุทَู‡ِّุฑَูƒُู…ْ ุชَุทْู‡ِูŠุฑًุง


“Dan menetaplah (kalian para wanita) di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Qs. al-Ahzab: 33)


Allah memberitahukan tempat utama wanita adalah rumah. Jangan dimaknai bahwa Islam mengekang wanita. Karena langsung, pada kata setelahnya Allah mengisyaratkan bolehnya keluar rumah. Tetapi harus dengan memperhatikan penampilan yang tidak jahiliyah. Prof. DR. Adnan Baharits, salah seorang pakar pendidikan Islam di Universitas Ummul Quro Mekah membahas khusus tentang bagaimana para wanita berkiprah di luar rumah sesuai dengan syariat dalam buku beliau: Dhawabith Tasygil an-Nisa’ (243 halaman). Wanita tetap diberi keleluasaan beraktifitas bahkan di luar rumah. Tetapi bukan dengan sudut pandang kesamaan gender hari ini.


Jadi, para ibu…


udah saatnya pulang….


Generasi hebat pemimpin bumi sedang menanti…


Wednesday, November 09, 2016

MENGAJARKAN SHALAT


Cara yang pertama kali dilakukan oleh ayah dalam mengajarkan shalat kepada anak adalah dengan memberikan peragaan secara lansung, bukan pengarahan. Cara ini diterapkan tahap permulaan masa kanak-kanak dan sebelum mumayyiz.

 Pelaksanaannya adalah dengan melalui peragaan shalat sunnah yang dilakukan ayah di rumah yang disaksikan oleh anak. Mengapa harus shalat sunnah di rumah?? Sebagaimana diketahui bahwa shalat sunnah di rumah lebih utama daripada di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 “Kerjakanlah shalatmu di rumahmu, dan janganlah menjadikan rumah sebagai kuburan.” (HR. Bukhari)

“Shalat yang dilakukan oleh seseorang dalam rumahnya adalah lebih utama dari pada yang dilakukan di masjidku ini, kecuali shalat fardhu.” (HR. Abu Daud)

Hadits di atas mendorong seseorang untuk melakukan shalat sunnah di rumah. Tidak diragukan lagi berkah dan pahala shalat ini akan dilipatgandakan oleh Allah. Dengan melakukan shalat sunnah di rumah, berarti telah memberikan pendidikan yang kuat pada anak, karena mereka menyaksikan langsung orang tuanya meletakkan wajahnya di muka bumi untuk bersujud kepada Allah, berdiri khusyu’, tidak melirik kepada orang yang ada di sekitarnya, dan kesungguhan orang tua dalam beribadah.
Pemandangan yang setiap hari berulang kali disaksikan oleh anak akan menanam rasa keagungan Allah dalam diri anak. Secara bertahap anak akan mengakui kedudukan Allah Yang Maha Tinggi dalam diri anak. Pemandangan ini pun akan mendorong anak untuk suka melakukan shalat karena ayahnya pun suka melakukannya, mereka juga mengenal gerakan-gerakan shalat seperti takbir, ruku’, sujid, dan berdiri I'tidal.

Kebanyakan anak kecil terdorong untuk meniru ayahnya. Maka ketika ia melihat ayahnya shalat, maka serta merta ia mengikuti gerakannya. Pemandangan yang berulang-ulang ini akan membiasakn anak melihat kegiatan shalat dan menjadikannya perbuatan yang tidak asing dalam dirinya. Sehingga sebelum usia mumayyiz, sudah dapat melaksanakan shalat dengan cara yang baik hanya dengan saja.

(Buku Mendidik Anak Laki-laki, karya: Adnan Hasan Shalih Baharits)
__________
Inilah rahasianya, bahwa anak-anak akan meniru apa saja yang dilakukan orang sekelilingnya, terutama orang tua. Maka pahami urutan dan tahapan, kapan masanya mereka diajarkan dengan teladan (lihat dan tiru ) dan kapan mereka diajarkan dengan perintah. Perhatikan juga lingkungan, dengan siapa anak bergaul dalam kesehariannya yang ia akan meniru apa saja dari lingkungannya.


Bersambung…..Insya Allah

Santap pagi buat Ayah Bunda, selamat menikmati


Menghidupkan Kembali Parenting Nabawiyah


“Jangan pernah merasa Beristirahat, sebelum sebelah kaki menginjak surga,” begitulah motto hidup Ustadz Budi Ashari Lc. Kalimat yang diinspirasikan dari jawaban Imam Ahmad terhadap pertanyaan anaknya itu, benar-benar membuat ayah dengan tiga anak ini tak kenal lelah dalam mengejar idealisme ilmu.

Akan tetapi, setelah menamatkan diri di Fakultas Hadis dan Dirosah Islamiyah Universitas Islam Madinah, kegundahan lantas menghampirinya. Bagaimana mungkin banyak keluarga muslim porak-poranda mengidentifikasi konsep keilmuan Barat dalam mengarungi bahtera rumah tangga padahal Islam memiliki konsep yang bisa memutus mata rantai kesalahan itu.

Melihat fenomena ini, ia bersama kawan-kawannya membidani lahirnya sebuah Lembaga Kajian Peradaban Islam yang diberi nama Cahaya Siroh. Siang, sore, bahkan hingga malam, mantan pimred Majalah Ghoib ini setia berbagi dari satu pengajian ke pengajian lainnya untuk memperkenalkan bagaimana Nabi memiliki konsep orisinil tentang parenting.

Lantas bagaimanakah konsep parenting nabawiyah yang beliau telurkan? Apa yang harus dilakukan keluarga muslim di tengah era badai fitnah akhir zaman seperti ini? Kontributor CGS, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi mencoba mewawancarainya, sesaat setelah acara Grand Launching Buku Parenting Nabawiyah di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut adalah petikannya.

Banyak konsep parenting sekarang beredar, termasuk konsep parenting “Islami”. Lantas apa yang keliru?

Sebenarnya kekeliruan ini tidak hanya terjadi pada konsep parenting, tapi juga di semua bidang seperti pendidikan dan teknologi. Dan ini memang sebuah konsekuensi ketika Islam tidak hadir di semua bidang.

Ilmu selain Islam akan selalu berkutat dalam tiga hal: pertama, dia bisa benar. Kedua, dia benar tapi tidak sempurna, dan ketiga salah total. Dan itu terjadi di konsep parenting. Dia (konsep parenting barat, red.) mungkin benar, dicarikan ayat dan hadisnya juga ketemu. Tapi menurut saya yang betul-betul benar tidak banyak. Banyak konsep parenting yang sekarang beredar ada di poin dua dan tiga itu tadi. Hal itu juga ditunjang dalam penelitian.

Berarti 2/3 dari konsep parenting yang sekarang beredar bermasalah. Kalau begini, bagaimana kita bisa mendapatkan hasil yang terbaik? Pokoknya, ketika ada ayat Al Qur’an dan Hadis ditabrak pasti hasilnya akan salah.

Apa yang membedakan konsep Parenting Nabawiyah dengan yang lainnya?

Sebenarnya ada proses yang dinamakan Islamisasi ilmu. Saat Andalusia sedang berjaya di Eropa, banyak keilmuan Islam diambil dari Eropa dan menjadi literatur Ilmu disana. Bahkan kita ketahui Andalusia kala itu menjadi pusat keilmuan paling bergengsi di dunia sampai-sampai orang Eropa mengenakan pakaian yang menyerupai orang Arab.

Nah, setelah menuntut ilmu di Andalusia, banyak orang Eropa membawa pulang ilmunya. Namun mereka banyak melakukan kecurangan. Sebuah karya ilmiah dari Andalusia kemudian dihapus namanya dan yang paling buruk adalah banyak karya dari Andalusia kemudian ditulis dengan no name (tanpa nama). Itu buruk sekali, padahal itu semua keilmuan dari Islam. Hal itu terus berjalan seiring mereka melakukan plagiatisasi dari ilmu-ilmu Islam. Dan ketika Andalusia terkubur, mereka naik.

Syekh Muhammad Quthb pernah berkata, kalau secara nilai tidak ada satupun yang bisa kita ambil dari Barat. Tapi Barat lebih maju hari ini dalam hal-hal yang sifatnya mendetail.Dalam psikologi misalnya, mereka mencoba mengangkakan jiwa seseorang, maka timbullah konsep IQ dimana kecerdasan bisa diangka-kan. Dari sisi itu kita akui mereka dahsyat. Namun mereka lepas dari dasar-dasar nash.

Oleh karena itu, parenting nabawiyah ingin membalik itu semua. Kita tidak memulai sebuah konsep dari penelitian, tapi jsutru berawal dari Al Qur’an dan Hadis. Suatu saat kita akan membuat penelitian, jika hasil penelitian itu pas dan tidak bertentangan dengan Nash maka kita masukkan. Jika tidak, maka kita tinggalkan.

Berarti Parenting Barat bermula dari Empirisisme?

Kalau kita bicara empirisme, sayangnya banyak orang bilang konsep dari Islam itu tidak empiris. Bagaimana tidak empiris? Wong Islam sudah seribu tahun mempraktekan keilmuannya.

Rasulullah SAW sendiri bagaimana mendidik anak-anaknya?

Ya, jika Allah mengizinkan itulah yang akan kita bahas secara berkelanjutan dan berkala. Tentang bagaimana Nabi mendidik anaknya dan mendidik anak-anak para sahabat. Alhamdulillah banyak para ulama sudah menulis bagaimana konsep pendidikan Nabi. Sayangnya di Indonesia, jika bicara pendidikan Islam tidak pernah jauh dari buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan (Tarbiyatul Aulad/Pendidikan Anak Dalam Islam, red).

Saya sering bilang, buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan adalah sebuah karya ilmiah yang luar biasa. Tapi ketika ada beberapa hal tidak bisa dijawab buku itu, lantas datang kritik terhadap buku Syekh Abdullah Nashih Ulwan, semua orang kemudian menjadi memproteksi. Padahal ada bantahan ilmiah terhadap buku itu tanpa mengurangi kehebatan buku tersebut.

Selain Syekh Abdullah Nashih Ulwan, siapa Ulama yang bisa kita rujuk?

Di Abad 5 Hijriah ada Abu Al Walid Al Baji. Begitu juga dengan Ibnu Qayyim Al Jauzi. Mereka semua menulis tentang anak. Di Kitab Mukaddimah, Ibnu Khaldun juga memuat tentang Pendidikan Anak. Sampai konsep hukuman terhadap anak pun ditulis khusus oleh Ibnu Khaldun. Belakangan kesini, banyak yang menulis tentang pendidikan. Muhammad Quthb salah satu yang ahli dalam menulis tentang pendidikan anak.

Para sahabat adalah orang yang sangat teguh memegang ajaran Islam. Sebenarnya dari mana Rasulullah SAW memulai pendidikannya kepada mereka?

Kalau kita bicara keluarga, Nabi memulai konsepnya sejak memilih pasangan. Dari tempat dijatuhkannya nutfah. Makanya Nabi merasa perlu sekali untuk ikut campur dalam proses pernikahan sahabat. Sehingga Nabi lah yang secara langsung memilihkan pasangan bagi para sahabat. Ketika Istri Utsman Bin Affan, Ruqayyah meninggal, Nabi langsung menawarkan adiknya, Ummu Kultsum. Begitu juga ketika Ummu Kultsum meninggal Nabi langsung bilang, ‘Demi Allah Utsman, jika aku punya anak perempuan lagi, maka aku akan nikahkan kepadamu.”

Tapi banyak yang bilang bahwa Pendidikan Zaman Nabi berbeda dengan kondisi saat ini?

Ini memang kalimat yang sangat menyesatkan. Ada yang memahaminya salah, ada pula yang sengaja memahaminya salah. Jangankan kalimat yang begitu, kalimat yang sekarang dijadikan sumber dalam pendidikan dan dianggap sebagai sebuah kalimat sakral adalah ‘didiklah anak sesuai zamannya.’

Anda tahu ini kalimat siapa? Rasulullah SAW pun bukan. Ada yang mengatakan kalimat Umar atau Ali, silahkan tanya ahli hadis. Kata Aidh al Qorni ada yang mengatakan bahwa itu kalimat Umar tapi diragukan. Hitunglah kalimat itu benar, kalimat itu juga jangan disakralkan, karena itu bukan wahyu.

Misalkan, kedepan di Indonesia tidak lagi memerlukan pernikahan dan pasangan gay serta lesbian diizinkan untuk menikah, apakah ini yang dimaksud dengan sesuai zamannya? Maka dalam parenting kita harus mengambil sosok yang terbaik yaitu Rasulullah SAW.

Ini bisa jadi kalimat orang yang tidak faham sejarah. Orang yang faham sejarah akan mengatakan bahwa sejarah akan mengulang dirinya sendiri, artinya tidak ada yang baru dalam dunia ini. Sejarah itu dipelajari juga karena itu. Maka ketika Abu Jahal meninggal, Rasulullah pun berkata Hadza fir’aun hadzihil ummah. Abu Jahal ini Fir’aunnya umat. Padahal Fir’aun hidupnya kapan? Jauh sekali, tapi Nabi hanya ingin mengatakan bahwa Fira’un di zaman apapun pasti ada. Hanya tampil dalam rupa berbeda. Begitu juga dengan konsep pendidikan dan parenting.

Bolehkah kita berdiskusi dengan anak tentang Allah di tengah rasio mereka yang belum berkembang?

Ada kalimat yang bagus dari Syekh Muhammad Quthb. Beliau mengatakan Allah sengaja membuka mulut anak-anak di waktu kecil untuk dimasukkan nilai-nilai tauhid oleh orangtuanya. Banyak anak bertanya mengapa matahari timbul di siang hari tapi tidak di malam hari. Kenapa pohon kelapa tinggi, sedangkan pohon yang lainnya pendek. Bayangkan banyak dari kita menjawab secara ilmiah untuk anak sekecil itu. Maka menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Syekh Muhammad Quthb memberikan jawaban yang sangat bagus sekali, ‘Begitulah Allah menghendakinya’.

Ustadz mengatakan bahwa membangun keluarga harus dekat dengan Visi KeIslaman, namun fenomena yang berkembang tidak sedikit para aktivis dakwah yang bercerai, bagaimana pandangan ustadz mengenai fenomena ini?

Salah pertama adalah tidak ada ilmunya. Masyarakat kita sering sekali memahami kalau ustadz ilmunya banyak. Kalau dai mengetahui segalanya. Apalagi level ustadz gampang sekali disematkan bagi siapa saja. Lulusan Timur Tengah pun juga tidak ada jaminan mengerti konsep parenting jika ia tidak mau menggalinya.

Kalau ilmu sudah dimiliki ia akan bisa menerapkannya. Ilmu itu yang akan menutup adalah syahwat. Kalau syahwat sudah bicara, maka Ilmu akan tertutup. Saya berikan contoh sederhana, sekarang banyak sekali kesalahan fatal ibu-ibu para dai yang merasa sangat bangga memiliki pengajian di banyak tempat. Lantas anaknya dikemanakan? Anaknya ditelantarkan di rumah. Padahal siapa yang menyuruh seorang wanita aktif di luar rumah, tapi anaknya ditelantarkan?

Ummu Salamah RA misalnya, membaca kiprahnya di masyarakat memang tidak sekaliber Aisyah RA. Kenapa? Karena Ummu Salamah RA anaknya banyak, berbeda dengan Aisyah RA yang tidak memliiki anak.

Surat Al Ahzab ayat 33 misalnya, faqorna fii buyutikun, menetaplah kalian para wanita di rumah kalian, siapa yang mau menerima ayat itu seutuhnya? Ayat ini malah dilawan dan dibelokkan sana-sini.

Di era badai fitnah saat ini, apa pesan Ustadz bagi keluarga muslim?

Sebenarnya zaman ini sedang mencari cahaya. Zaman ini sedang mencari Tuhannya, karena itu memang karakter zaman jahiliyah. Sebagai muslim kita harus bersyukur, kita punya cahaya hidayah yang diberikan oleh Allah. Maka jangan tinggalkan cahaya itu dan kita malah lari ke cahaya kegelapan. Kita harusnya mencari cahaya itu dari sumbernya. Tidak ada lain cahaya itu bersumber dari Allah SWT. Allahu nurus samawati wal ardh. Allah lah cahaya langit dan bumi. [Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi].

Saturday, October 01, 2016

KISAH INSPIRATIF - Sehelai Rambutmu Lebih Mulia Dari Jubah Ulama

KISAH INSPIRATIF

๐Ÿ’ž Sehelai Rambutmu Lebih Mulia Dari Jubah Ulama

Suatu hari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dikunjungi seorang wanita yang ingin mengadu.

“Ustadz, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saya, saya merajut benang di malam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak saya dan menyambi sebagai buruh kasar di sela waktu yang ada.

Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan.”

Imam Ahmad rahimahullah menyimak dengan serius penuturan ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan.

Dia adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan. Sebenarnya hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada wanita itu, namun ia urungkan dahulu karena wanita itu melanjutkan pengaduannya.

“Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah di depan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu.

Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual?

Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu?

Sebab, saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara, dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat.”

Imam Ahmad rahimahullah terpesona dengan kemuliaan jiwa wanita itu. Ia begitu jujur, di tengah masyarakat yang minim akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli halal haram lagi.
Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papa.

Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam Ahmad rahimahullah bertanya, “Ibu, sebenarnya engkau ini siapa?”

Dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan, wanita ini mengaku, “Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi.”

Imam Ahmad rahimahullah makin terkejut.  Basyar Al-Hafi rahimahullah adalah Gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yg tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.

Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad rahimahullah berkata,
“Pada masa kini, ketika orang-orang sibuk menumpuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada wanita terhormat seperti engkau, ibu. Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis serban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama.

"Subhanallah, sungguh mulianya engkau, sampai hasil rajutan itu engkau haramkan? Padahal bagi kami itu tidak apa-apa, sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara…”

Kemudian dengan penuh haru dan takjub Imam Ahmad rahimahullah melanjutkan, “Ibu, izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada wanita semulia engkau…”.

Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a, dari Rasulullah, beliau bersabda:

ู„ุงَ ูŠَุฏْุฎُู„ُ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ุฌَุณَุฏٌ ุบُุฐِูŠَ ุจِุญَุฑَุงู…ٍ

“Tidak akan masuk ke dalam surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.”
(Shahih Lighairihi, HR. Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730)

Jangan cari Kekayaan tanpa keberkahan, Carilah keberkahan walau dengan itu kamu tidak kaya.

Semoga bermanfaat dan menjadi asbab hidayah bagi kita..

✒ Copas dari Group Kajian WA Bilal bin Rabah.